Kamis, 25 Juni 2015

TUJUAN KONSELING DAN KARAKTERISTIK KONSELING

TUJUAN KONSELING DAN KARAKTERISTIK KONSELING
A.  Tujuan Konseling
Tujuan Konseling menurut beberapa  para ahli
v  Tujuan konseling menurut Krumboltz yaitu :
1.       Mengubah perilaku yang salah penyesuaian
Para ahli konseling dan psikoterapi berpandangan bahwa tujuan konseling adalah mengubah tingkah laku klien yang salah penyesuaian menjadi perilaku yang tepat penyesuaiannya. Seseorang yang salah penyesuaian perlu mendapatkan konseling, jika tidak dibantu maka dapat berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya.
Terkadang ada klien yang tidak dapat memahami diri dan perilakunya sendiri, jika klien memang ingin penyesuaian yang baik maka klien harus menyadari dan memiliki kemauan untuk berubah, agar proses konseling dapat berjalan lancar.
2.      Belajar membuat keputusan
Dalam proses konseling juga harus belajar dalam membuat keputusan. Memang tidak gampang dalam mengambil keputusan, tetapi klien harus belajar dan berani dalam hal itu. Karena yang lebih tahu dan paham tentang masalah tersebut adalah klien itu sendiri.
Setiap keputusan yang diambil pasti memiliki konsekuensi positif dan negatif, menguntungkan dan merugikan, yang menunjang maupun yang menghambat. Maka dari itu, dorongan dari konselor juga diperlukan tetapi dengan risiko yang sudah dipertimbangkan sebelumnya sebagai konsekuensi alamiah.
3.      Mencegah munculnya masalah
Mencegah munculnya masalah mengandung tiga pengertian, yaitu mencegah jangan sampai mengalami masalah di kemudian hari, mencegah jangan sampai masalah yang dialami bertambah berat atau berkepanjangan, mencegah jangan sampai masalah yang dihadapi berakibat gangguan yang menetap (Notosoedirdjo dan Latipun,1999)
Ketiga tujuan tersebut bersifat kontinum. Maksudnya bahwa konseling tersebut dapat dicapai secara bertahap, dan pada akhirnya hendak mencapai tujuan akhirnya. Karena tujuan akhir tidak akan tercapai jika tidak melalui tujuan yang sebelumnya.

v  Tujuan konseling menurut John McLeod yaitu :
1.      Pemahaman
Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.
2.      Berhubungan dengan orang lain
Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain; misalnya, dalam keluarga atau di tempat kerja.
3.      Kesadaran diri
Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini ditahan atau ditolak, atau mengembangan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.
4.      Penerimaan diri
Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan.
5.      Aktualisasi diri atau individuasi
Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.
6.      Pencerahan
Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

7.      Pemecahan masalah
Menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. Menuntut kompetensi umum dalam pemecahan masalah.
8.      Pendidikan psikologi
Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik  untuk memahami dan mengontrol tingkah laku.
9.      Memiliki keterampilan sosial
Mempelajari dan menguasai keterampilan dan interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif atau pengendalian kemarahan.
10.  Perubahan kognitif
Modifiksi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri.
11.  Perubahan tingkah laku
Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptif atau merusak.
12.  Perubahan sistem
Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial (contoh: keluarga)
13.  Penguatan
Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan membuat klien mampu mengontrol kehidupannya.
14.  Restitusi
Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.

15.  Reproduksi (generativity) dan aksi sosial
Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan, danmengkontribusikan kebaikan bersama (collective good) melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.
v  Tujuan konseling menurut George dan Christiani dalam Awaliya (2013:5) yaitu :
1.      Membantu mengubah perilaku
2.      Meningkatkan kemampuan individu dalam membina dan memelihara hubungan
3.      Meningkatkan efektifitas dan kemampuan klien
4.      Mengembangkan proses pengembangan pengambilan keputusan, dan
5.      Meningkatkan potensi dan pengembangan individu
v  Menurut Jones, 1951 (dalam Prayitno & Amti, E 2004:100) Tujuan konseling adalah agar siswa dapat mencapai perkembangan yang semakin baik, semakain maju.
v  Maclean, dalam Shertzer & Stone, 1974 yang dikutip Prayitno & Amti, E (2004:100) Bertujuan untuk mengatasi suatu masalah/gangguan.
v  Menurut Division of Conseling Psychology (dalam Prayitno & Amti, E 2004:100) Konseling bertujuan agar individu dapat mencapai perkembangan yang optimal
v  Menurut McDaniel, 1956 (dalam Prayitno & Amti, E 2013:100) Tujuan dan pemberian bantuan itu adalah agar klien dapat menyesuaikan dirinya, baik dengan diri sendiri maupun dengan lingkungannya.
v  Blocher, dalam Shertzer & Stone, 1974 yang dikutip Prayitno & Amti, E (2004:101) Tujuan konseling adalah agar individu dapat memahami dirinya sendiri, dapat memberikan reaksi (tanggapan) terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan, dan dapat mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan hidupnya.
v  Prayitno & Amti, E (2013:99) Tujuan dari hubungan konseling ialah terjadinya perubahan pada tingkah laku klien. Konselor memuatkan perhatiannya kepada klien dengan mencurahkan segala daya dan upayanya demi perubahan pada diri klien, yaitu perubahan kearah yang lebih baik, teratasinya masalah yang dihadapi klien.
v  Awalya. (2013:5) Tujuan utama konseling adalah kemandirian, artinya kemandirian dalam pemahaman, pengembangan diri dan pemecahan masalah oleh konseli sendiri.
B.  Karakteristik Konseling
1.      Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan sesAama isi pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan-gerakan lain dengan maksud untuk meningkatkan pemahaman kedua belah pihak yang terlibat di dalam interaksi itu.
2.      Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dan klien saling berbicara. Klien berbicara tentang pikiran-pikirannya, tentang perasaan-perasaannya, tentang perilaku-perilakunya, dan banyak lagi tentang dirinya. Di pihak lain konselor mendengarkan dan menanggapi  hal-hal yang dikemukakan klien dengan maksud agar klien memberikan reaksinya dan berbicaralagi lebih lanjut. Keduanya terlibat dalam memikirkan, berbicara, dan mengemukakan gagasan-gagasan yang akhirnya bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
3.      Interaksi antara konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan terarah kepada pencapaian tujuan. Berlainan dengan pembicaraan biasa, misalnya pembicaraan antara dua orang yang sudah bersahabat dan sudah lama tidak bertemu; arah pembicaraan dua sahabat itu bisa menjadi tidak begitu jelas dan tidak begitu disadari, biasanya di satu segi dapat bersifat seketika, dan di segi lain dapat melantur ke mana-mana.
4.      Tujuan dari hubungan konseling ialah terjadinya perubahan pada tingkah laku klien. Konselor memusatkan perhatian kepada klien dengan mencurahkan segala daya dan upayanya demi perubahan pada diri klien, yaitu perubahan ke arah yang lebih baik, teratasinya masalah-masalah yang dihadapi klien.
5.      Konseling merupakan proses yang dinamis, dimana individu klien dibantu untuk dapat mengembangkan dirinya, mengembangkan kemampuan-kemampuannya dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi.
6.      Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien, yaitu atas dasar penghargaan terhadap harkat dan martabat klien.

v  Menurut Leona, E. Tylor 1953:2 (dalam Awalya. 2013:5) Ada lima karakteristik yang sekaligus juga merupakan prinsip-prinsip konseling. Lima karakteristik tersebut adalah:
1.      Konseling tidak sama dengan pemberian nasehat (advisement), sebab didalam pemberian nasehat proses berfikir ada dan diberikan oleh penasehat. Sedang dalam konseling proses berfikir dan pemecahan ditemukan dan dilakukan oleh konseli sendiri.
2.      Konseling mengusahakan perubahan-perubahan yang bersifat fundamental yang berkenaan dengan pola-pola hidup
3.      Konseling lebih menyangkut sikap daripada perbuatan atau tindakan
4.      Konseling lebih menyangkut sikap daripada perbuatan atau tindakan
5.      Konseling lebih berkenaan dengan penghayatan emosional daripada pemecahan intelektual
6.      Konseling menyangkut hubungan seseorang dengan orang lain

v  Menurut George dan Christiani(dalam Awalya. 2013:6) menambahkan beberapa hal yang mendasari berbagai karakteristik konseling:
1.      Konseling berkenaan dengan pemberian pengaruh dengan perubahan perilaku secara sukarela
2.      Tujuan dari konseling adalah menyediakan situasi yang mendorong terjadinya perubahan secara sukarela pada konseli
3.      Konseling di arahkan bagi kepentingan klien
4.      Kondisi yang mendorong perubahan perilaku tercipta melalui wawancara
5.      Mendengarkan perlu dalam konseling, meskipun tidak semua konseling adalah mendengarkan
6.      Konselor berusaha memahami konseli
7.      Konseling berlangsung dalam situasi yang bersifat pribadi dan dijaga kerahasiaan data konseli

v  Karakteristik konseling untuk perkembangan :
1.      Konselor/pembimbing selalu berusaha melihat potensi individu dan dari sinilah dimulai penjelajahan dalam proses konseling. Akan tetapi bukan sebaliknya, bahwa seorang konselor hanya melihat sisi kelemahan/problem/kesulitan klien belaka. Akibatnya proses konseling dipandang oleh para klien adalah suasana yang tidak menyenangkan.
2.      Jika sekiranya klien memiliki masalah/kelemahan atau kesulitan, biarlah klien yang mengungkapkannya berkat dorongan dari konselor. Kemudian konselor berupaya membantu agar klien mampu mengatasi masalahnya.
3.      Konselor berusaha dengan menggunakan ketrampilan, kepribadian dan wawasannya, untuk menciptakan situasi konseling yang kondusif bagi pengembangan potensi klien.
4.      Konselor berusaha memberikan kesempatan kepada klien untuk memberikan alternatif-alternatif pilihan yang sesuai dengan kondisi dan situasi dirinya. Konselor akan ikut membantu agar klien dapat mempertimbangkan alternatif-alternatif secara realistik.
5.      Konseling pengembangan berjalan melalui proses konseling yang menggairahkan, mengembirakan klien, yaitu melalui dialog/wawancara konseling yang menyentuh hati nurani dan kesadaran klien.
6.      Konselor dituntut agar dapat membaca bahasa tubuh yang berkaitan dengan lisan klien atau tubuh yang memberikan isyarat tertentu yang mengandung arti tertentu.









DAFTAR PUSTAKA
McLeod, John.2010.Pengantar Konseling: Teori & Studi Kasus.Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Awaliya, dkk.2013.Bimbingan dan Konseling.Semarang: UNNES PRESS
Willis, Sofyaan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek.Bandung: Alfabeta
Prayitno dan Erman Amti.2004.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta: PT Rineka Cipta



Jika Ingin menDownload file KLIK DISINI

SEMOGA BERMANFAAT :-) 


0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan Sopan :-), Ucapanmu mencerminkan Kualitas Dirimu :-
)