Kamis, 25 Juni 2015

Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
Dalam dunia pendidikan , istilah “diagnosis” merupakan istilah yang relatif baru. Walaupun dalam dunia kedokteran sudah lama dikenal dan bukan istilah asing lagi. Dalam kegiatan diagnosis, seorang dokter mengadakan wawancara, mengukur dan memeriksa denyut jantung, tekanan darah dan sebagainya kepada pasiennya. Kemudian sornag dokter memberi resep kepada pasien agar obat diminum. Ini merupakan langkah tindak lanjut sebagai usaha penyembuhan.
Ilustrasi tersebut diatas sesuai dengan pendapat W.J.S. Poerdarminto yang mengatakan, bahwa diagnosis berarti penentuan sesuatu penyakit dengan menilik atau memeriksa gejalanya. Istilah ini biasanya digunakan dalam ilmu kedokteran (W.J.S. Poerdarminto: 1982). Dalam dunia pendidikan arti “diagnosis” tidak banyak mengalami perubahan, yaitu diartikan sebagai usaha-usaha untuk mendeteksi, meneliti sebab-sebab jenis-jenis, sifat-sifat dari kesulitan be;ajar seorang murid.
Dengan demikian semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosis. Adapun landasan pemikiran perlunya diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar bagi murid-murid sebagai berikut:
1.      Setiap murid hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan, kecerdasan, bakat dan minatnya.
2.      Adanya perbedaan-perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat , minat, dan latar belakang fisik serta sosial masing-masing murid, maka kemajuan belajar murid dalam satu kelas mungkin tidak sama. Ada murid yang cepat, biasa dan ada yang lambat.
3.      Sistem pengajaran disekolah seharusnya memberikan kesempatan kepada murid untuk maju sesuai dengan kemampuan sendiri. Pada waktu diadakan evaluasi akan Nampak adanya sejumlah murid yang belum berhasil mencapai penguasaan materi seperti yng diharapkan. Dalam hal ini sekitar 25-20% dari murid dalam satu kelas dapat tergolong murid yang mengalami kesulitan belajar”, dan perlu mendapat layanan remedial. Untuk pelayanan tersebut, guru perlu memperhatikan murid yang berprestasi yang dituntut untuk tingkat kemampuan kelas tertentu.
4.      Untuk menghadapi hal-hal tersebut diatas, para guru dan konselor perlu diperlengkapi dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam hubungannya dengan pengidentifikasian kesulitan belajar, sebab-sebabnya dan pelayanan remidialnya (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan, 1997)
Disamping itu kesulitan belajar yang dialamai oleh seseorang akan dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya. Murd yang mengalami kesulita belajar cenderung akan mengalami kecemasan, frustasi, gangguan emosional, hambatan penyesuaian diri, dan gangguan-gangguan psikologis yang lain.
Dari hasil studi tentang hubungan antara ciri-ciri kepribadian dengan prestasi belajar menyatakan bahwa murid yang tergolong pencapai rendah (under achiever) menunjukkan ciri-cir sebagai berikut:
1.      Lebih banyak mengalami kecemasan dan kurang mampu mengontrol diri terhadap kecemasan.
2.      Kurang mampu menyesuaikan diri dan kurang keercayaan diri.
3.      Kurang mampu mengikuti otoritas.
4.      Kurang mampu dalam penerimaan sosial
5.      Lebih banyak mengalami konflik ketergantungan
6.      Kegiatan kurang berorietasi pada akademik dan sosial (Rosyidan, 1998)
Oleh karena itu kesulitan belajar bukan hanya merupakan masalah instruksional atau pedagogis saja, tetapi pada dasarnya merupakan masalah psikologis. Dikatakan demikian karena kesulitan belajar berakar kepada aspek-aspek psikologis terutama gangguan kepribadian dan penyesuaian diri. Sebagai masalah psikologis, kesulitan belajar menuntut usaha pemecahan dengan pendekatan yang lebih bersifat psikologis pula. Bantuan yang diberikan tidak hanya bersifat instruksional pedagogis tetpi juga bantuan yang bersifat terapiutik.
Mereka yang mengalami kesulitan belajar tidak hanya dibantu dalam memperolehketerampilan belajar, tetapi dibantu dalam memahami dirinya, serta mengarahkannya agar terdapat perkembangan yang harmonis dan optimal. Mereka memerlukan bantuan untuk meningkatkan perasaan kebahagiaan dirinya serta mempu menyesuaiakan diri secara efektif terhadap lingkungannya. (Hadi Pranoto, Mengutip Mortensen, D.G. & A.M. schmuller, 1996).
B.     Kedudukan Diagnosis Kesulitan Belajar dalam Pembelajaran
Ketidak berhasilan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai ketuntasan bahan tidak dapat dikembalikan pada satu faktor, tetapi pada beberapa faktor yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Faktor tersebut adalah murid yang belajar, jenis kesulitan yang dialami murid dan kegiatan yang terlibat dalam proses. Dalam kegiatan proses diagnosis kesulitan belajar yang penting adalah menemukan letak kesulitan dan jenis kesulitan belajar menemukan letak eksulitan pengajaran perbaikan (learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif.
Apabila telah ditemukan beberapa murid tidak memenuhi criteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan, maka kegiatan diagnosis harus ditunjukkan terutama kepada:
1.      Bakat yang dimiliki murid, yang berbeda antar satu dan lainnya.
2.      Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat murid yang sifatnya individual dan usaha yang dilakukannya.
3.      Ketentuan dan tingkat usaha yang dilakukan murid dalam menguasai bahan yang dipelajarinya.
4.      Kemampuan murid untuk memahami tugas-tugas belajarnya.
5.      Kualitas pengajaran tersedia sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta karakteristik individu.
6.      Tingkat dari jenis kesulitan cara memeperbaiki, yaitu mengulang cara yang sama atau mengambil alternatif kegiatan lain melalui pengajaran remedial (Mulyadi, 2003)
Dari urian diatas, jelaslah kedudukan diagnosis adalah menemukan letak kesulitan belajar murid dan menentukan kemungkinan cara mengatasi dengan memperhitungkan faktor-faktor yang memepengaruhi keberhasilan kegiatan belajar. 

C.    Pengertian Kesulitan Belajar
Pada umumnya “kesulitan” merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat sosiologis, psikologis ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya.
Orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajar akan mendapatkan hasil dibawah semestinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Allan O. Russ :”A learning dificultiy represents a discrepancy between a child’s estimated academis potential and his acrtual level of academic performance” (Ross, AD, 1974).
Kesulitan beajar mempunyai pengertian yang luas dan kedalamannya termasuk pengertian-pengertian seperti:
1.      Learning Disorder (Ketergantungan belajar)
Adalah keadaan diamana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya orang yang mengalami angguan belajar, prestasi bekajarnya tidak terganggu, akan tetapi proses belajarnya yang terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan. Dengan demikian hasil belajar yang dicapai akan lebih rendahdari potensi yang dimiliki (Rosyidan, 1998)
2.      Learning Disabilities (Ketidakmampuan Belajar)
Adalah ketidakmampuan seseorang murid yang mengacu kepada gejala di mana murid tidak mampu belajar (menghindari belajar), sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
3.      Learning disfunction (Ketidakfungsian Belajar)
Menunjukkan gejala di mana proses belajar tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat indra atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.
4.      Under Achiever (Pencapaian Rendah)
Adalah mengacu kepada murid-murid yang memiliki tingkzt potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
5.      Slow Learner (Lambat Belajar)
Adalah murid yang lambat dalam proses belajarnya sehingga mebutuhkan waktu diabndingkan dengan murid-murid yang lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Uraian diatas  menunjukkan bahwa kesulitan melajar mempunyai pengertian lebih luas dari pada pengertian-pengertian “learning disorder, learning disabilities, learning disfunction, under achiever dan slow learner”. Mereka yang tergolong seperti tersebut diatas, akan mengalami kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam proses belajar.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang Nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah laku baik secara langsung ataupun tidak langsung. Sesuai dengan pengertian kesulitan belajar sebagaimana dikemukakan di atas, maka tingkah laku yang dimanifestasikan ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu.
Gejala ini akan Nampak dalam aspek-aspek kognitif, motoris dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapai. Ciri-ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain:
1.      Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nikai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimiliki.
2.      Hasl yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada murid yang sudah berusaha untuk belajar giat, tetapi nilai yang dicapainya selalu rendah.
3.      Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan. Misalnya rata-rata anak dapat menyelesaikan suatu tugas dalam waktu 40 menit. Maka anak yang mengalami kesulitan blajar memerlukan waktu yang lebih lama, karena dengan waktu yang tersedia ia tidak dapat menyelesaikan tugasnya.
4.      Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh , menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5.      Menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar seperti: membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau di luar kelas, tidak mampu mencatat pelajaran, tidak tertib dalam kegiatan belajar mengajar, mengasingkan diri, tidak mau bekerja sama dan sebagainya..
6.      Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, kurang gembira dalam menghadapi nilai rendah tidak menunjukkan perasaan sedih dan menyesal dan sebagainya.
Sehubungan dengan apa yang dikemukakan di atas maka H. W. Burton mengidentifikasikan seseorang murid dapat diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar diidentifikasikan oleh H. W. Burton sebagai berikut:
1.      Murid dikaatakan gagal, apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (mastery level) minimal dalam pelajara tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh guru (criterion referenced), dalam konteks sistm pendidiakn di Indonesia, angka nilai batas lulus (passing-grade, grade standar-basis) itu ialah angka 6 atau 60 (60% dari ukuran yang diharapkan) murid ini dapat digolongkan ke dalam “lower group”
2.      Murid dikatakan gagal, kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial. Sesuai dengan pola organismiknya (hisorganismic pattern) pad fase erkembnagan tertentu seperti yang berlalu bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm referenced), maka murid tersebut dapat dikategorikan ke dalam “slow learner”.
3.      Murid dikatakan gagal, kalau yang bersangkutsn tidak berhasil mencapa tingkat penguasaan (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat (prerequisit) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya. Murid ini dapat dikategorikan ke dalam “slow learner” atau belum matang (immature) sehingga harus menjadi pengulangan (repeaters) (Burton, H.W. 1952)
Dari keempat pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang murid dapat diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mncapai taraf kualitas hasil belajar tertentu (berdasarkan criteria seperti yang dinyatakan dalam tujuan instruksional khusus/TIK atau ukurn kapasitas belajarnya) dalam batas-batas waktu tertentu.
D.    Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Kualitas pengajaran ikut mnentukan ketuntasan penguasaan bagi para murid. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk menertibkan murid secara optimal dalam kegiatan belajar mengajar, membuat pengajaran lebih praktis dan konkret dan menggunakan berbagai cara penguatan (reinforcement) akan banyak membantu tingkat penguasaan bahan oleh murid.
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar kesanggupan dan ketekunan serta kesempatan yang disediakan bagi murid untuk mempelajari ruang lingkup bahan yang sudah ditentukan
Kesemua faktor ini terlihat bervariasi pada sekumpulan murid yang berada dalam kegiatan belajar, ada murid yang sedang-sedang saja dan ada pula murid yang cepat belajar. Jika kita menentukan suatu kriteria, misalnya 75% untuk program satu semester, maka pada akhir program setelah dilaksanakan evaluasi sumatif mungkin ada murid yang belum mencapai tingkat ketentuan tersebut.
Bila ditelusuri, akan terdapat sejumlah murid yang mendapat kesuliatan dalam mencapai hasil belajar secara tuntas dengan berbagai variasi yaitu:
1.      Sekelompok murid yang belum mencapai tingkat ketuntasan akan tetapi hampir mencapainya.
Murid tersebut mendapat kesulitan dalam memantapakan penguasaan, bagian-bagian yang sukar dari seluruh bahan yang harus dipelajari. Kesulitan untuk mencapai tingkat ketuntasan yang dituntut dapat diatasi dengan membaca kembali bahan-bahan yang dianggap sukar, mempelajari penjelasan-penjelasan khusus dari buku teks, mengerjakan kembali lembaran kerja atau melalui bantuan alat peraga dan sebagainya.
2.      Seorang atau sekelompok murid yang belum dapat mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai atau karena proses belajar yang sudah ditempuhnya tidak sesuai dengan karakteristikmurisd yang bersangkutan.
Jenis kesulitan yang dihadapi murid semacam ini tidak dapat di atasi dengan cara mengulang bahan yang sama (akan membosankan) akan tetapi harus dicarikan alternatif kegiatan lain yang berbeda yang mengarah pada tujuan instruksional dan tujuan pengiring yang sama. Dengan cara semacam ini serta bantuan guru diharapkan kesulitan murid dapat diatasi sehingga bisa mencapai taraf ketuntasan seperti yang dipersyaratkan.
Jenis dan tingkat yang dialami murid, karena secara konseptual tidak menguasai bahan yang dipelajari secara menyeluruh, tingkat penguasaan bahan sangat rendah, konsep-konsep dasar tidak dikuasai, bahan tidak hanya bagian yang sukar tidak dipahami, mungkin juga bagian-bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dikuasai dengan baik. Tidak jarang terjadi penguasaan yang rendah hanya dalam satu bahan pelajaran yang tertentu pada periode tertentu tetapi bisa juga pada sejumlah mata pelajaran dan dalam beberapa periode. Mungkin murid yang bersangkutan tidak ada motivasi, tidak ada kesiapan pengetahuan dasar, bahan terlampau sukar baginya atau mungkin ada hal lain yang berhubungan dengan masalah pribadi. Misal hubungan antara murid dengan murid, atau hubungan antara murid drngan guru yang kurang harmonis.
Terhadap jenis kesulitan yang dialami muris semacam ini, perlu bimbingan dan penanganan secara khusus dan bersifat individual.

E.     Faktor  Penyebab Terjadinya Kesulitan Belajar
Berikut ini guru atau konselor dihadapkan kepada masalah bagaimana menduga ntang apa ypenyebab pola kekuatan dan kelemahan pada murid. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak dapat diambil keputusan secars bijaksana untuk membantu murid mengatasi kesulitannya, apabila tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi kesulitan.
Misalnya: jika kesulitan mambaca yang dialami (seorang murid sebenarnya disebabkan oleh penglihatan jauh/farsighted), maka guru atau konselor tidak akan dapat memberikan bantuan kepadanya, meskipun dengan mencoba memperbaiki kesulitan membaca dengan jalan memberikan jam tambahan sesudah waktu sekolah untuk latihan membaca. Hal ini menunujukkan kegagalan dalam mengenali sebab yang sebenarnya menimbulkan kesulitan.
Adapun yang menyebabkan seorang guru atau konselor tidak tepat dalam menentukan diagnosis adalah sedikit sekali gambaran yang dimiliki tentang sebab-sebab yang memungkinkan pola kesulitan belajar tertentu dan kurang memiliki cara yang efektif dalam menentukan penyebab sebenarnya di antara beberapa kemungkinan pola kesulitan belajar tertentu dan kurang di antara beberapa kemungkinan sebab atau sekurang-kurangnya, sebab yang paling kuat atau paking berpengaruh. Dengan kata lain secra positif, pendiagnosis (diagnosicion) yang bijaksan dan efisien adalah seorang yang mengetahui berbagai kemungkinan yang beralasan tentang faktor-faktor yang mungkin merupakan sebab kesulitan bekajar seorang murid dan mengetahui cara di antara kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar murid, dapat digolongkan sebagai berikut, yaitu:
1.      Banyak sebab-sebab yang menimbulkan pola gejala yang sama. Seringkali gejala-gejala kesulitan belajar yang nampak pada seorang murid disebabkan oleh faktor-faktor berbeda dengan murid lain yang memperlihatkan gejala yang sama.
Misalnya: dua orang murid selalu merepotkan guru dan teman-teman di dalam kelas yaitu dengan berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara, mencubit dan mendorong temannya, kedua anak tersebut secara dikenali sebagai hyperactive. Tetapi apabila kedua kasus tersebut diperiksa secara teliti, ternyata penyebab tingkah laku murid yang satu dengan yang lain berbeda. Anak yang pertama bila diperiksa secara seksama ternyata menderita alergi fisik, sedang anak yang kedua karena lingkungan keluarga yang kurang harmonis, sehingga kurang perhatian dan sebagainya.
2.      Banyak pola-pola gejala yang ditimbulkan oleh sebab yang sama. Sebab yang nampaknya sama, dapat mengakibatkan gejala yang berbeda-beda bagi murid yang berlainan, adanya kesesuaian antara sebab dengan kondisi tempat tinggal murid.
Misalnya: dari suatu penelitian di bidang sosiologi dan kriminologi dengan mencari korelasi antara kondisi keluarga dan kenakalan anak remaja. Ternyata para sosiologi melaporkan bahwa sejumlah besar kenakalan remaja itu berasal dari keluarga broken home dan keluarga miskin, dengan mempelajari riwayat yang menjadi latar belakang anak-anak muda yang tertangkap polisi karena keterlibatan kejahatan.
3.      Penelitian lain terhadap anak yang mematuhi peraturan mencapai kemajuan di sekolah, ternyata para peneliti tersebut menemukan banyak anak-anak yang berhasil itu berasal dari keluarga broken home atau dari keluarga miskin. Dengan demikian jelas bahwa sebab yang sama yaitu keluarga miskin atau broken home tidak selalu menimbulkan akibat-akibat atau gejala-gejala yang sama. Demikian pula dengan aspek lain dalam dunia pendidikan.
4.      Sebab-sebab yang saling berkaitan satu dengan yang lain, merupakan hal yang lazim bagi seorang anak jika mengalami kesulitan yang ditimbulakan oleh suatu sebab pada permulaan sekolah. Kesulitan-kesulitan itu menimbulkan reaksi dari orang-orang sekelilingnya atau menyebabkan ia bereaksi terhadap dirinya sendiri dengan cara yang selanjutnya menyababkan timbulnya kesulitan-kesulitan baru.
Masalah tersebut menimbulkan banyak lagi kesulitan-kesulitan yang lazim bagi seorang murid jika mengalami kesulitan-kesulitan yang mengakibatkan suatu persoalan belajar tertentu. Sebab-sebab yang semakin kompleks mengakibatkan kesulitan-kesulitan saling berhubungan satu dengan yang lain.
Faktor penyebab kesulitan belajar menurut Abdurrahman dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar adalah fakto internal, yang kemungkinan adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motiasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak cepat (Abdurrahman, 1999)
F.     Langkah-Langkah Diagnosis Kesulitan Belajar  dan Penanganannya
Adapun lagkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar meliputi:
1.      Memperkirakan kemungkinan bantuan
Kalau letak kesulitan yang dialami murid sudah dipahami baik jenis dan sifat kesulitan dengan berbagai macam latar belakangnya maupun faktor-faktor penyebabnya, maka guru/konselor akan memperkirakan:
a.       Apakah murid tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak
b.      Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami murid tertentu
c.       Kapan dan dimana pertolongan itu dapat diberikan
d.      Siapa yang dapat memberikan pertolongan/bantuan
e.       Bagaimana cara menolong murid yang efektif, sehingga murid dapat mengatasi kesulitan
f.       Siapa saj yang harus dilibatkan dalam menolong murid dan apakah sumbangan/peranan yang dapat diberikan oleh masing-masing pihak
2.      Menetapkan kemungkinan cara mengatasi
Dalam langkah ini perlu diadakan dari rapat staf bimbingan dan konseling jika diperlukan. Setelah hal itu dilaksanakan maka perlu disusun suatu rencana yang berisi tentang beberapa alternatif yang mungkin dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang dialami murid. Rencana itu hendaknya berisi:
a.       Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan yang dialami murid
b.      Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang lagi.
Alangkah baiknya kalau rencana ini dapat didiskusikan dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian bantuan tersebut. Misalnya: Kepala sekolah, guru kelas /guru bidang studi, orang tua murid, konselor dan sebagainya. Pada dasarnya secara khusus kegiatn ini hanya dapat dilakukan oleh guru bidang studi yang mengetahui secara persis tentang berbagai kesulitan yang dialami oleh seorang murid dalam mata pelajarnnya.
3.      Tindak lanjut
Tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remedial (remedia teaching) yang diperkirakan paling tepat dalam membantu murid yang mengalami kesulitan belajar.
Kegiatan tindak lanjut ini dapat berupa:
a.       Melakukan bantuan berupa pengajaran remedial (remedial teaching) pada bidang studi tertentu yang dilakukan oleh guru, pada mata pelajaran tertentu yang dilakukan oleh guru, yang dapat dibantu oleh guru pembimbing (konselor) dan pihak lain yang dianggap dapat menciptakan suasana belajar murid yang penuh motivasi.
b.      Pembagian tugas dan peranan orang-orang tertentu (wali kelas dan guru pembimbing) dalam memberikan bantuan kepada murid dan kepada guru yang sedang melaksanakan kegiatan pengajaran remedial.
c.       Senantiasa recek dan mencek kemajuan yang dicapai murid baik pemahaman mereka terhadap bantuan yang diberikan berupa bahan, maupun mencek tepat guna dari program remedial yang dilakukan untuk setiap saat diadakan revisi. Dalam pelaksanaanpemberian bantuanhendaknya dilakukan secara kontinyu dan setiap kegiatan seharusnya senantiasa disertai dengan pencatatan yang tepat.
d.      Mentransfer murid yang diperkirakan tidka mungkin ditolong karena di luar kemampuan atau wewenang guru/konselor. Transfer kasus semacam itu bisa dilakukan kepada orang lain atau lembaga lain (psikologi, psikiater, lembaga psikologi dan sebagainya) yang diperkirakan dapat dan lebih tepat membantu murid yang bersangkutan.
Setelah murid mendapat bantuan maka dapat dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
a.       Men-tes hasil belajar murid dalam bidang studi yang dianggap sulit
b.      Melakukan wawancaradengan murid yang bersangkutan untuk mengetahui pendapat murid tentang kesulitannya.
c.       Wawancara dengan guru dan orang tua mengenai perubahan yang telah terjadi
d.      Menganalisa hasil belajar yang telah dicapai dan informasi lainnya
e.       Observasi kegiatan murid dalam belajar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998)

Dengan demikian langkah-langkah dalam mendiagnosis kesulitan belajar telah selesai, sebagai bagian integral adalah pengajaran remedial.

Jika ingin menDownload file KLIK DISINI

SEMOGA BERMANFAAT :-) 

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan Sopan :-), Ucapanmu mencerminkan Kualitas Dirimu :-
)