BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia
selain sebagai makhluk individu dan sosial mengandung pengertian bahwa manusia
merupakan makhluk unik, dan merupakan perpaduan antara aspek individu sebagai
perwujudan dirinya sendiri dan makhluk sosial sebagai anggota kelompok atau
masyarakat. Manusia sebagai makhluk individu dan sosial akan menampilkan
tingkah laku tertentu, akan terjadi peristiwa saling mempengaruhi antara
individu yang satu dengan individu yang lain.
Keunikan
dari individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama
persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik aspek jasmaniah maupun rohaniah.
Individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya. Timbulnya perbedaan
individu ini dapat kita kembalikan kepada faktor pembawaan dan lingkungan
sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan pembawaan
akan memungkinkan perbedaan individu meskipun dengan lingkungan sama. Dan
sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan
individu meskipun pembawaannya sama.
Setiap
individu adalah khas atau unik. Artinya, ia memiliki perbedaan dengan yang
lainnya. Perbedaan itu bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola
berpikir dan cara merespon atau mempelajari hal baru. Dalam hal belajar,
tiap-tiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap materi
pelajaran.Maka, guna menyesuaikan diri terhadap perbedaan masing-masing
individu tersebut, diperlukan pemahaman terhadap individu itu sendiri.
1.2 Rumusan
masalah
1.2.1 Apa latar belakang Pemahaman Individu?
1.2.2 Apa pengertian
Pemahaman Individu?
1.2.3 Apa kegunaan
Pemahaman Individu?
1.3 Tujuan
Masalah
1.3.1 Dapat mengetahui
dan memahami latar belakang Pemahaman Individu
1.3.2 Dapat mengetahui
dan memahami pengertian Pemahaman Individu
1.3.3 Dapat mengetahui dan memahami kegunaan Pemahaman Individu
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Latar
belakang
Pemahaman terhadap asal mula tes
psikologi bisa memberikan wawasan terhadap tes-tes dewasa ini. Menurut
anastasia dalam buku sutoyo (2012:3) menyatakan tidak mudah menemukan akar-akar
tes karena hilang ditelan waktu, namun dari penelusurannya ditemukan bahwa,
dikalangan orang yunani kuno tes merupakan pendamping tetap proses pendidikan,
tes digunakan untuk mengukur keterampilan fisik dan intelelektual. Pada abad pertengahan,
tes juga digunakan sebagai ujian formal ketika universitas-universitas di Eropa
hendak memberi gelar dan penghargaan. Selanjutnya, perkembangan tes dan
psikologi disajikan secara singkat, berikut :
1) Minat
Awal Terhadap Pengobatan yang Lebih Manusiawi bagi Penderita Gangguan Jiwa
Abad ke 19 dipandang sebagai masa
kebangkitan minat pada pengobatan yang lebih manusiawi terhadap penderita
gangguan jiwa dan mereka yang terbelakang mental. Pentingnya kriteria untuk
menetapkan standard penerimaan dan sistem klasifikasi yang obyektif untuk
membedakan antara orang gila (insane)
dan mereka yang terbelakan secara mental (mentally
retarted). Pada masa ini dikenal nama
Esquirol, dokter asal Perancis yang menemukan “keterbelakangan mental” dan
tingkat-tingkatnya mulai dari normal sampai “idiot tingkat rendah”. Dalam upaya mengembangkan sistem dan
mengklasifikasikan tingkat dan jenis keterbelakangan yang berbeda-beda,
Esquirol mencoba berbagai prosedur dan menyimpulkan bahwa “Penggunaan bahasa seseorang merupakan kriteria yang paling dapat
diandalkan tentang tingkat intelektualnya”. Anastasi (2006:37) mencatat
bahwa kriteria dewasa ini untuk keterbelakangan mental pada umumnya juga
bersifat “linguistik”, disamping itu tes-tes intelegensi dewasa ini juga penuh
muatan verbal.
Nama lain yang dipandang berjasa dalam
perintisan tes psikologis pada abad ke-19 adalah Senguin (1866-1907), melakukan
eksperimen selama beberapa tahun dengan metode yang disebutnya “metode
pelatihan fisiologis”, dan pada 1837 ia mendirikan sekolah pertama bagi
anak-anak dengan keterbelakamgan mental. Pada tahun 1848 dia berimigrasi ke AS.
Banyak teknik pelatihan pancaindra dan peatihan otot yang diterapkan dalam
lembaga-lembaga untuk orang dengan keterbelakangan mental. Dengan metode ini
anak dengan keterbelakangan mental diberi latihan intensif dalam pembedaan
inderawi dan dalam pengembangan kendali motorik. Salah satu contoh
pengaplikasiannya adalah “Senguin Form Board”, dalan tes ini individu diminta
untuk memasukkan balok-balok yang berbeda bentuknya kedalam lubang-lubang yang
sesuai secepat mungkin.
2) Kontribusi
para psikolog eksperimen
Psikolog-psikolog eksperimen awal dari
abad ke-19 dipandang Anastasi (2006 :38) belum peduli dengan pengukuran
terhadap perbedaan-perbedaan individu. Tujuan mereka pada masa itu adalah
perumusan deskripsi umum tentang perilaku manusia. Fokus perhatian mereka
adalah keragaman, bukannya perbedaan-perbedaan perilaku. Fakta bahwa tiap
individu bereaksi secara berbeda dari orang lain ketika diamati dalam kondisi
serupa dianggap sebagai bentuk kesalahan atau penyimpangan. Adanya kesalahan
atau variabilitas individu seperti itu membuat generalisasi bersifat
“mendekati” bukannya eksak.
Cara lain yang ditempuh oleh para
psikolog eksperimental abad ke-19 yang juga mempengaruhi prosedur psikotes
adalah kendali yang ketat atas kondisi observasi, seperti pemakaian kata-kata
yang digunakan dalam petunjuk tes dan waktu pelaksanaan tes yang dipandang berpengaruh terhadap kecepat-tanggapan peserta.
Disamping itu, kecerahan atau warna lingkungan sekeliling dipandang benar-benar mengubah tampilan stimulus visual.
3) Kontribusi
Francis Galton
Pakar biologi inggris
yang juga dipandang berjasa dalam peluncuran tes adalah Francis Galton. Ia
menyadari perlunya mengukur ciri-ciri orang yang memiliki hubungan keluarga dan
tidak ada hubungan keluarga. Contoh tes
Galton antara lain:
·
Batang
Galton untuk pembedaan panjang secara visual,
·
Peluit
Galton untuk menentukan suara paling
melengking yang dapat didengar,
·
dan serangkaian bobot
yang bertingakat untuk mengukur pembedaan kinestik.
Galton
(Anastasi, 2006 : 39) menulis “satu-satunya informasi yang sampai pada kita
sehubungan dengan peristiwa-peristiwa eksternal tampaknya melewati celah indra
kita, semakin perseptif indra kita semakin besar bidang yang menjadi terapan
bagi penilaian dan integensi kita”. Individu dengan keterbelakangan mental
ekstrem cenderung rusak kemampuannya dalam membedakan panas, dingin, dan rasa
sakit. Sumbangan Galton yang lain adalah penggunaan metode statistik untuk
menganalisis data tentang perbedaan individu.
4) Rintisan
Menuju Tes Mental
Psikolog Amerika yang dipandang
penting dalam perintisan tes psikologi adalah James Mc Keen Cattel. Dalam
artikel yang ditulisnya pada tanhun 1890, istilah “tes mental” dikenalkan untuk
pertama kalinya dalam dunia psikologi. Artikel ini dipaparkan rangkaian tes
yang diselenggarakan setiap tahun bagi para mahasiswa dalam upaya menentukan
tingkat intelektual. Tes yang diselenggarakan secara individu meliputi ukuran-ukuran
kekuatan otot, kecepatan gerakan, sensitivitasterhdap rasa sakit, ketjaman
penglihatan dan pendengaran, pembedaan berat, waktu reaksi, ingatan dan
sebagianya. Dalam pemilihan tes-
tesnya, Cattel memiliki pandangan yang sama dengan
Galton, bahawa ukuran fungsi-fungsi intelektual bisa diperoleh melalui tes-tes perbedaan
indrawi dan waktu reaksi.
5) Rintisan
Menuju Tes Kecerdasan
Psikolog
Perancis yang namanya sangat terkenal dalam perintisan tes kecerdasan adalah
Alferd Binet. Caplin, J.P (2001 : 59) mencatat bahawa Binet adalah pengembang
tes intelegensi pertama yang dibakukan (1857-1911). Anastasi (2006 : 41)
menunjukan bahwa Binet dan rekan kerjanya mencurahkan waktu bertahun-tahun untuk
melakukan penelitian aktif dan sederhana tentang cara-cara pengukuran
kecerdasan atau intelegensi.
Pada tahun 1904
Menteri pengajaran Umum menugaskan Binet ke komisi yang bertugas mempersiapkan
prosedur-prosedur untuk pendidikan anak terbelakang. Dalam rangka kerja inilah
Binet bekerja sama dengan Simon, yang kemudian menghasilkan “Skala Binet-Simon”
yang pertama.
Skala ini
dikenal dengan skala 1905, yang terdiri dari 30 masalah atau tes yang diatur
dalam urutan tingkat kesulitan yang semakin tinggi. Tingkat kesulitan
ditentukan secara empiris dengan menyelenggarakan tes pada 50 anak normal
berusia 3-11 tahun, dan pada sejumlah anak terbelakang mental dan orang dewasa.
Tes-tes ini dirancang mencakup rentang fungsi yang luas, dengan penekanan
khusus pada penilaian (judgement), pemahaman, dan penalaran yang dipandang
sebagai komponen hakiki intelegensi. Skala 1905 ini disajikan sebagai instrumen
permulaan dan tentatif, dan tidak satupun metode obyektif yang akurat untuk
menghitung skor total dirumuskan.
Pada tahun 1908
dikembangkan skala kedua, jumlah tes ditingkatkan, sejumlah tes yang tidak
memuaskan dari skala terdahulu dihapus, dan semua tes dikelompokan ke dalam tingkatan
umur atas dasar kinerja anak dari 300
anak normal berusia 3-13 tahun. Skor anak pada seluruh tes bisa dirumuskan
sebagai tingkatan mental yang
berhubungan dengan usia anak-anak normal yang kinerjanya ia samakan. Dalam
berbagai terjemahan dan adaptasi skala Binet, istilah “usia mental (mental age)” pada umumnya digunakan
untuk menggantikan “tingkatan mental (mental
level)”.
Revisi ketiga
skala Binet-Simon muncul pada 1991, tahun meninggalnya Binet pada usia yang
masih muda. Dalam skala ini tidak dilakukan perubahan fundamental, tetapi hanya
perubahan kecil berupa relokasi atas tes-tes khusus.
6) Tes
Kelompok
Tes yang dikembangkan Binet dengan
segala revisinya adalah skala individual, artinya tes-tes itu dilaksanakan
untuk perorangan. Banyak tes dalam skala ini membutuhkan tanggapan lisan dari
peserta tes atau membutuhkan manipulasi materi, bahkan bebrapa tes menuntut
pengukuran waktu tanggapan individu. Di samping itu tes Binet ini membutuhkan
penguji tes (tester) yang amat terlatih. Tes seperti ini pada dasarnya adalah
instrumen-instrumen klinis yang sesuai untuk telaah mendalam terhadap kasus-kasus
individu.
Tes kelompok seperti halnya skala
Binet, pada mulanya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan praktis, yaitu ketika
Amerika serikat memasuki Perang Dunia I pada tahun 1917.
Tes-tes yang
akhirnya dikembangkan oleh psikolog angkatan darat ini dikenal dengan nama “Army Alpha dan Army Beta”. Tes Army
Alpha dirancang untuk tes rutin umum, sedang tes Army Beta adalah skala
non-bahasa yang diterapkan untuk orang-orang buta huruf dan orang asing yang
tidak mampu berbahasa inggris. Kedua tes ini menyebar penggunaannya pada
masyarakat sipil, yang mengalami banyak revisi dan menjadi model bagi sebagian
besar tes intelegensi kelompok.
7) Tes
Bakat (aptitude testing)
Anastasi (2006 : 44) mencatat, bahwa meskipun tes-tes
intelegensi pada awalnya dirancang untuk mengukur berbagai fungsi dalam rangka
memperkirakan tingkat intelektual umum individu, akhirnya diakui bahwa tes-tes
semacam itu terbatas cakupannya. Pengakuan itu didasarkan atas kenyataan bahwa
kebanyakan tes intelegensi pada dasarnya merupakan ukuran kemampuan verbaldan
dalam arti sempit, kemampuan menangani hubungan-hubungan numerik, hubungan
abstrak, dan hubungan simbolis. Akhirnya para psikolog
menyadari bahwa istilah “tes intelegensi” adalah nama yang salah, karena hanya
aspek tertentu dari intelegensi yang diukur oleh tes-tes tersebut.
Meskipun tes-tes
intelegensi mencakup kemampuan-kemampuan yang amat penting dalam budaya yang
menjadi konteks rancangan tes, tetapi disadari bahwa peruntukan yang lebih
tepat yang didapat dari penggunaan tes-tes ini dipandang lebih penting.
Akibatnya, tes-tes intelegensi selama tahun 1920-an menjadi lebih dikenal
dengan sebutan “tes bakat sekolah”. Pergeseran penggunaan istilah ini terjadi
ketika orang mengalami kenyataan bahwa banyak tes yang disebut tes intelegensi
sebenarnya mengukur kombinasi kemampuan yang dituntut dan didorong oleh
penelitian. Bahkan sebelum Perang Dunia I, para psikolog mengakui perlunya tes
bakat khusus untuk melengkapai tes intelegensi umum. Tes-tes bakat khusus ini
dikembangkan secara khusus untuk kepentingan konseling pekerjaan, seleksi, dan
klasifikasi personel industri dan militer. Sejumlah tes multibakat juga
dikembangkan untuk sipil dan diterapkan secara luas dalam konseling pendidikan
dan pekerjaan serta dalam seleksi dan klasifikasi personel. Diantara tes-tes
yang digunakan paling luas adalah tes-tes bakat mekanikal, klerikal, musikal,
dan artistik.
8) Tes
Prestasi (Achievement Test)
Tes standar
pertama untuk mengukur hasil belajar dipelopori oleh E.L. Thorndike, dengan
mendasarkan prinsip-prinsip yang dikembangkan dari laboratorium psikologi.
Kemudian muncul pula tes prestasi yang diprakarsai oleh publikasi edisi pertama
Stanford Achievement Test pada tahun
1923. Para penyusunnya adalah para pelopor awal perkembangan tes: Trumman L.
Kelly, Gilles M. Ruch, dan Lewis M. Terman.
Di sisi lain,
ditemukan pula bahwa tidak adanya kesepakatan di kalangan guru-guru dalam
menilai tes esai, tes esai menghabiskan waktu lebih banyak bagi penguji dan
yang diuji, dan hasil yang kurang bisa diandalkan bila dibanding dengan tes
obyektif “jenis baru”. Ketika soal-soal obyektif “jenis baru” ini mulai banyak
digunakan dalam tes-tes prestasi standar, ada penekanan makin kuat pada
perancangan soal-soal untuk menguji pemahaman dan penerapan pengetahuan, serta
sasaran-sasaran pendidikan yang lebuh luas lagi, hal ini membuat isi tes
prestasi lebih menyerupai tes intelegensi. Perbedaannya hanya terletak pada
kekhususan isi dan sejauh mana tes itu mengandalkan instruksi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
9) Penilaian
Kepribadian
Tes-tes psikologis yang dirancang untuk mengukur
aspek-aspek afektif atau nonintelektual lazim dikenal dengan sebutan “tes
kepribadian”, meskipun banyak psikolog yang lebih menyukai istilah
“kepribadian” dalam arti luas yaitu untuk menyebut individu seutuhnya. Dengan
demikian sifat-sifat “intelektual” dan “nono-intelektual” termasuk di dalam
istilah kepribadian. Akan tetapi,
pada penggunaan istilah dalam tes psikologis, penamaan “tes kepribadian” paling
sering mengacu pada ukuran karakteristik seperti keadaan emosi hubungan
antarpribadi, motivasi, minat, dan sikap.
Anastasi (2006 :
49) mencatat perintis awal tes kepribadian diilustrasikan oleh penggunaan tes
Kraeplin atas tes asosiasi bebas terhadap pasien-pasien psikiatris. Dalam tes
ini, peserta ujian diberi kata-kata stimulus yang dipilih secara khusus, dan
mereka diminta memberikan tanggapan atas setiap kata itu dengan kata pertama
yang muncul dalam benak mereka. Kraeplin
(1892) juga menggunakan teknik ini untuk mempelajari dampak psikologis dari
keletihan, lapar, dan obat bius.prototipe kuesioner kepribadian atau daftar
pengenalan diri (self-report inventory)
adalah lembar data pribadi yang disusun oleh Woodwarth selama Perang Dunia I.
Tes ini dirancang sebagai instrumen penyaring kasar untuk mengidentifikasi
orang-orang yang terganggu secara serius, yang akan dikeluarkan dari dinas
militer.
Pendekatan lain
dalam pengukuran kepribadian adalah melalui aplikasi tes kinerja atau tes
situasi. Dalam tes ini peserta diberi tugas untuk melakukan suatu pekerjaan
yang maksudnya sering disembunyikan. Kebanyakan tes ini meniru situasi
kehidupan sehari-hari dan dimanfaatkan untuk mengungkap kejujuran, kemampuan
bekerja sama, dan ketekunan.
Bentuk lain dari
tes kepribadian adalah teknik-teknik proyektif, dalam bentuk ini klien diberi tugas yang relatif tidak
terstruktur, yang memberikan peluang gerak yang luas bagi teste untuk
menyelesaikannya. Asumsi yang mendasari metode ini adalah individu akan
memproyeksikan modus tanggapan yang khas dalam menyelesaikan tugasnya.
Anastasi (2006 :
51) menunjukkan dua kecenderungan penting yang muncul dari riset-riset
kepribadian dewasa ini. Pertama, meningkatnya
bukti timbal balik antara ciri bawaan afektif (kepribadian) dan kognitif
(kemampuan), baik dalam kinerja tugas maupun perkembangan perilaku. Kedua, analisis teoretis atas hakekat dan
komposisi kepribadian mendukung reintregasi sifat-sifat kognitif dan afektif
kedalam model komprehensif tentang aktivitas manusia yang mencakup semua bentuk
perilaku.
2.2 Pengertian
Pemahaman individu atau
human assessment didefinisikan oleh Aiken (1997 : 454) bahwa pemahaman individu
adalah suatu cara untuk memahami, menilai atau menaksir karakteristik, potensi,
dan atau masalah-masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok
individu. Cara-cara yang digunakan itu mencakup observasi, interview, skala
psikologis, daftar cek, inventory, tes proyeksi, dan beberapa macam tes.
Pemahaman
atau penilaian itu dimaksudkan untuk kepentingan pemberian bantuan bagi
pengembangan potensi yang ada padanya (developmental) dan atau penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapinya (klinis).
Dalam
melakukan asesmen itu, lazim
digunakan berbagai instrumen yang bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu dengan
cara tes dan non-tes. Kedua jenis alat atau instrumen tersebut menurut Anastasi
(2006 : 3) biasa berfungsi saling melengkapi, artinya kepada individu setelah
dilakukan wawancara atau observasi kemudian dilanjutkan dengan pemberian
pemberian tes, atau sebaliknya setelah dilakukan tes kemudian dilakukan
wawancara atau observasi.
Aiken
(1997 : 1) dalam bukunya menunjukkan bahwa manusia dalam kenyataannya
berbeda-beda dalam kemampuan berpikirnya, karakter kepribadiannya, dan tingkah
lakunya. Semuanya itu bisa ditaksir atau diukur dengan bermacam-macam cara.
Ada
beberapa macam tes, Aiken (1997 : 9-10) mengelompokkan tes dari beberapa sisi
berikut :
1. Dilihat
dari penyusunannya, tes bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu
(a) Tes
standar (standardized test) yaitu tes
yang disusun oleh para ahli dalam bidang tes dan diperoleh dari hasil uji coba
dengan sampel yang representatif dari populasi dimana tes itu digunakan, ia
memiliki instruksi dan skoring atau norma penilaian yang pasti.
(b) Tes
non-standar (non-standardized classroom)
yaitu tes yang disusun oleh guru di sekolah.
2. Dilihat
dari jumlah subjek yang dikenai tes,
tes bisa dikelompokkan menjadi
(a) Tes
Individual atau perorangan (Individual
test) seperti “Tes Binet-Simon
Intelligence Scale” yang dikenakan pada satu orang testee pada saat
tertentu.
(b) Tes
Kelompok (a group test) seperti “Army Examinaton Alpha” yang bisa
dilaksanakan secara simultan untuk beberapa orang yang diuji. Pengelompokan
pada individual dan kelompok tersebut berkenaan dengan efisiensi pelaksanaan.
3. Dilihat
dari waktu yang disediakan, tes bisa dikelompokkan menjadi
(a) Tes
Kecepatan (Speed-test) yaitu tes yang
terdiri dari sejumlah banyak item yang mudah, tetapi waktunya dibatasi hingga
hampir-hampir tidak ada orang yang bisa menyelesaikan semua soal.
(b) Tes
Kemampuan (Power-test), tes ini
berisi beberapa item yang sangat sulit dan memerlukan pengetahuan yang sangat
luas, sementara waktu yang disediakan memang tidak sesempit speed test.
4. Dilihat
dari cara koreksinya, tes dibedakan menjadi
(a) Tes
Obyektif yaitu tes yang kunci jawabannya atau standar skornya telah ditetapkan
sehingga bisa dikoreksi siapapun dengan hasil yang sama.
(b) Tes
non objective atau tes subjective atau tes essay yaitu tes yang standar skornya benar-benar subyektif, lain
orang yang mengoreksi lain pula hasilnya. Beberapa tes tipe kepribadian
menggunakan bentuk tes subyektif.
5. Dilihat
dari isinya (content) atau tugas yang
harus dikerjakan oleh testee dibedakan menjadi
(a) Tes
Verbal, yaitu tes yang berupa kata-kata diagram atau teka-teki (puzzle).
(b) Tes
Perbuatan (Performance test) yaitu
tes yang mengharuskan testee memainkan atau menggerakkan obyek, seperti pasak
dalam lubang, menyusun benda-benda.
6. Dilihat
dari aspek atau proses mental yang
diungkap, tes bisa dikelompokkan menjadi
(a) Tes
Kognitif (cognitive test) yaitu tes
yang berupaya mengukur proses dan hasil aktivitas mental, dan juga tes prestasi
dan kecerdasan. Tes prestasi (achievement
test) adalah tes yang mengukur pengetahuan akademik dan pekerjaan, fokusnya
adalah pemeriksaan terhadap perubahan perilaku seseorang setelah ia belajar
atau menyelesaikan suatu program. Tes kecerdasan (Aptitude test) memusatkan pada perilaku yang akan datang, yaitu
bagaimana kemampuan belajar seseorang dan kesesuaiannya dengan program yang
hendak dipilih. Tes bakat mekanik (test
of mecanical aptitude) dan tes bakat sekretaris (test of clerical apttitude)dirancang
untuk meramalkan kemampuan seseorang untuk mengikuti pendidikan dan tugas-tugas
dalam bidang mekanik atau sekretaris.
(b) Tes
afektif (affective test) yaitu tes
yang dirancang untuk mengukur minat, sikap, nilai-nilai, motif, temperamen, dan
sifat, serta hal-hal yang tidak termauk dalam kategori selain kecerdasan (non cognitive charachteristic personality).Beberapa
teknik didalamnya adalah observasi, pelaporan diri, (inventory), dan tes gambar proyektif.
7. Ada
pula pengelompokan secara umum, yaitu:
(a) Tes
prestasi (achievement test),
(b) Penilaian
tingkah laku (behavior assessment),
(c) Tes
perkembangan,
(d) Pendidikan,
(e) Bahasa
inggris,Bahasa asing (foreign language),
(f) Tes
intelegensi dan kemampuan bersekolah,
(g) Matematika,
(h) Berbagai
kemampuan (miscellaneous),
(i) Alat
(tes) untuk berbagai kemampuan (multi-aptitude
batteries),
(j) Berkaitan
dengan syaraf (neuropsychlogical),
(k) Kepribadian
(personality),
(l) Membaca,
(m) Sensory-motor
social studies,
(n) Berbicara
dan mendengarkan,
(o) Pekerjaan
(vocations)
A. KEGUNAAN
Aiken
(1977 : 11) menunjukkan tes psikologi dan macam-macam alat ukur (assessment instruments) digunakan dalam
bidang yang amat luas, seperti pendidikan, industri dan perdagangan, klinik
psikologi, pelayanan konseling, pemerintahan, militer, dan penelitian. Anastasi
(2006 : 3) menunjukkan bahwa secara tradisional, pengukuran psikologis
berfungsi untuk mengukur perbedaan-perbedaan antara individu atau perbedaan
reaksi individu yang sama terhadap berbagai situasi yang berbeda. Pendorong
utama munculnya pengukuran psikologi adalah kebutuhan akan penilaian dari dunia
pendidikan.
Tujuan utama pengukuran psikologis baik dengan
menggunakan tes maupun non-tes menuru Aiken (1997 : 11) adalah untuk menilai
tingkah laku, kecakapan mental, dan karakteristik kepribadian seseorang dalam
rangka membantu mereka dalam membuat keputusan, peramalan, dan keputusan
tentang seseorang. Bisa dipahami kegunaan tes psikologi dan berbagai macam alat
ukur adalah :
1. Untuk
menyaring pelamar pekerjaan, pendidikan, dan atau program pelatihan;
2. Untuk
pengklasifikasian dan penempatan seseorang dalam pendidikan dan pekerjaan;
3. Untuk
pemberian bantuan dan pengarahan bagi individu dalam pemilihan pendidikan,
pekerjaan, dan konseling perorangan;
4. Untuk
memilih karyawan mana yang perlu dihentikan (di-PHK), dipertahankan, atau di
promosikan melalui program pendidikan atau pelatihan atau tugas khusus;
5. Untuk
meramalkan dan menentukan perlakuan (treatmen)
psikis, fisik, klinis, dan rumah sakit;
6. Untuk
mengevaluasi perubahan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal sebagai hasil
dari pendidikan, terapi psikologis dan berbagai program intervensi tingkahlaku;
7. Untuk
mendukung penelitian tentang perubahan tingkah laku dan mengevaluasi efektivitas
suatu program atau tekhnik yang baru.
Anastasi (2006 : 3) menunjukkan
beberapa penggunaan pengukuran psikologis dalam bidang pendidikan adalah
(1) Mengklasifikasikan
anak-anak berdasarkan kemampuan mereka menyerap berbagai jenis instruksi
dikelas,
(2) Identifikasi
mana pembelajar yang cepat dan mana yang lamban,
(3) Konseling
pendidikan dan pekerjaan pada tingkat sekolah menengah dan universitas,
(4) Menyeleksi
orang-orang yang melamar masuk sekolah profesional.
Aiken (1997 : 2)
menunjukkan bahwa asesmen (termasuk
didalamnya observasi, interview penelitian perkembangan, survei dan korelasi)
juga banyak digunakan bahkan menjadi bagian penting dalam penelitian yang
berkaitan dengan perilaku manusia. Penggunan tes sering digunakan sebagai
pendamping wawancara. Namun demikian, tes merupakan bagian penting dari
keseluruhan program kepegawaian. Khususnya bagi mahasiswa jurusan Bimbingan dan
Konseling di Indonesia, kemampuan melakukan asesmen
adalah salah satu unsur dari kompetensi utuh konselor Indonesia.
BAB
3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemahaman Individu
adalah suatu cara untuk memahami,menilai,menafsirkan karakteristik,potensi dan
masalah masalah yang dimiliki oleh individu .Pemahaman tersebut dapat berfungsi
untuk pengembangan potensi individu dan
juga bisa sebagai langkah untuk menyelesaikan masalah masalah yang dialami
individu.
3.2 Saran
Setiap
individu di dunia ini memiliki karakteristik dan sifat yang khas yang berbeda
dengan individu lain ,maka dari itu untuk menghadapi individu(klien),konselor
harus mengetahui terlebih dahulu latar belakang,pengertian dan kegunaan
pemahaman individu
DAFTAR PUSTAKA
Sutoyo, Anwar. 2012. Pemahaman Individu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Jika ingin menDownload file KLIK DISINI
SEMOGA BERMANFAAT :-)
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan :-), Ucapanmu mencerminkan Kualitas Dirimu :-
)